Friday, November 11, 2011

Fiqih Munakahat


 
DASAR-DASAR PERKAWINAN
YANG MERUJUK PADA AL-QUR’AN


I.          Pendahuluan
Pernikahan merupakan sunnatullah yang umum dan berlaku bagi semua makhluknya baik pada manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan. Menikah merupakan suatu jalan yang dipilihkan oleh Allah supaya makhluk-Nya berkembang biak dan melestarikan hidupnya.
فَاطِرُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ جَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا وَمِنَ الأنْعَامِ أَزْوَاجًا يَذْرَؤُكُمْ فِيهِ لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan-pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
Adapun sikap enggan mebina rumah tangga karena takut miskin adalah sikap orang jahil dan tidak yakin bahwa Allah Maha Kuasa. Sebab semua rizki sudah diatur oleh Allah untuk manusia sejak dalam kandungan, bahkan sampai binatang melata pun Allah yang memberi rizkinya. Allah berfirman dalam surat Hud ayat 6;
وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الأرْضِ إِلا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ
Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauhmahfuz).
Allah menjanjikan suatu pertolongan kepada hambanya yang menikah dalAm firman-Nya;
وَأَنْكِحُوا الأيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS. An-Nūr : 32)
II.       Rumusan Masalah
Pada dasarnya menikah adalah perintah Allah dan Rasull-Nya. Tentunya ada dalil-dalil yang menunjukan anjuran tersebut baik menurut Kitabullah ataupun hadits.
Namun dalam pembahasan makalah ini hanya akan dibahas beberapa permasalahan mengnai dasar-dasar dari pernikahan itu sendiri yang merujuk pada al-Qur’an al-Karim, diantaranya:
a.    Definisi nikah
b.    Tujuan Nikah
c.    Hukum Nikah
Dari beberapa permasalahan inilah akan dimunculkan beberapa dalil yang meruju pada al-Qur’an dan akan menjadi pembahasan pada al-Qur’an dan akan menjadi pembahasan pada bab ini.
III.    Pembahasan
A. Definisi Pernikahan.
Perkawinan menurut hukum Islam adalah akad yang sangat kuat atau mītsaqan ghalildzan untuk mentaati perintah Allah dan melakukannya merupakan ibadah.[1] Sedangkan arti nikah menurut bahasa yaitu berkumpul atau menindih. Contohnya, perkataan mereka tanakahat al-asyjar, artinya pohon-pohon saling berkumpul, tindih  menindih satu sama lainnya. Arti nikah secara syar’i adalah akad perkawinan (‘aqdut tazwij), artinya akad dengan ucapan nikah atau kawin atau terjemahannya.
B. Tujuan Pernikahan
Pada dasarnya tujuan pernikahan bergantung pada masing-masing individu yang akan melakukannya karena lebih bersifat subyektif. Namun pada umumnya tujuan pernikahan adalah memperoleh kebahagiaan dan kesejahteraanlahir batin menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.
Adapun secara terpeinci tujuan nikah diantaranya melaksanakan libido seksualitas (تغيد الوطء). Dalam hal ini semua manusia baik laki-laki maupun perempuan memiliki insting sexual, hanya kadar dan intensitasnya yang berbeda. Dengan adanya pernikahan, seorang laki-laki sebagaimana firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 223:
نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ وَقَدِّمُوا لأنْفُسِكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ مُلاقُوهُ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ
Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok-tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.
Selain itu memperoleh keturunan juga merupakan salah satu tujuan nikah. Akan tetapi, perlu diketahui bahwa mempunyai anak bukanlah suatu kewajiban melainkan amanah dari Allah SWT. Walaupun dalam realitanya ada seseorang ada seseorang yang ditakdirkan untuk tidak punya anak. Firman Allah dalam surat al-Syura : 49-50 dan surat al-Nisā’ ayat 1.
 لِلَّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ يَهَبُ لِمَنْ يَشَاءُ إِنَاثًا وَيَهَبُ لِمَنْ يَشَاءُ الذُّكُورَ.
أَوْ يُزَوِّجُهُمْ ذُكْرَانًا وَإِنَاثًا وَيَجْعَلُ مَنْ يَشَاءُ عَقِيمًا إِنَّهُ عَلِيمٌ قَدِيرٌ.
Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki, Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki,
atau Dia menganugerahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa yang dikehendaki-Nya), dan Dia menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا. النساء
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.

Memperoleh kebahagiaan dan ketentraman (طلب السعادة) juga sangat urgen keberadaannya. Dengan keluarga yang bahagia dan sejahtera akan dapat mengantarkan pada ketenagnan dan kekusu’an beribadah.
Allah berfirman dalam surat al-A’raf ayat 189:
هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَجَعَلَ مِنْهَا زَوْجَهَا لِيَسْكُنَ إِلَيْهَا فَلَمَّا تَغَشَّاهَا حَمَلَتْ حَمْلا خَفِيفًا فَمَرَّتْ بِهِ فَلَمَّا أَثْقَلَتْ دَعَوَا اللَّهَ رَبَّهُمَا لَئِنْ آتَيْتَنَا صَالِحًا لَنَكُونَنَّ مِنَ الشَّاكِرِينَ
Dialah Yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan daripadanya Dia menciptakan istrinya, agar dia merasa senang kepadanya. Maka setelah dicampurinya, istrinya itu mengandung kandungan yang ringan, dan teruslah dia merasa ringan (beberapa waktu). Kemudian tatkala dia merasa berat, keduanya (suami istri) bermohon kepada Allah, Tuhannya seraya berkata: "Sesungguhnya jika Engkau memberi kami anak yang sempurna, tentulah kami termasuk orang-orang yang bersyukur".
Adapun tujuan pernikahan yang kelima adalah kaena semata-mata menjalankan perintah Allah (امتثل اوامرالله). Hal ini sesuai dengan firman Allah surat al-Nisā’ ayat 3 yang intisarinya menyuruh kita untuk menikah bila telah mampu. Selain itu Rasulullah juga bersabda dalam hadisnya:
عن ابن مسعود رضي اللّه تعالى عنه قال ‏ "‏قال رسول اللّه صلى اللّه عليه وآله وسلم يا معشر السباب من استطاع منكم الباءة فليتزوج فإنه أغض للبصر وأحصن للفرج ومن لم يستطع فعليه بالصوم فإنه له وجاء‏"
Abdullah Ibnu Mas'ud Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda pada kami: "Wahai sekalian pemuda, siapa di antara kalian yang mempunyai kemampuan, maka hendaknya ia menikah, karena ia dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Barangsiapa belum mampu hendaknya berpuasa, sebab ia dapat mengendalikanmu."[2]
Sedangkan firman Allah berbunyi:
.... فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلاثَ ......
..maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. ...
C. Hukum Pernikahan
Mengenai hukum dalam pernikahan, segolongan fuqaha berpendapat bahwa nikah itu hukumnya sunnah. Sedangkan golongan Dzahiri berpendapat bahwa nikah itu wajib.
Sedangkan pera ulama mata’akhirin berpendapat bahwa nikah itu wajib bagi sebagian orang, sunnah untuk sebagian, dan mubah untuk sebagian jauga. Demikian itu disebabkan karena adanya kekhawatiran terdapat kesusahan pada dirinya.
Perbedaan pendapat ini disebabkan, apakah bentuk kalimat perintah dalam hadits maupun al-Qur’an bersifat wajib, sunnah ataupun mubah. Ayat-ayat tersebut diantaranya:
..... فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلاثَ ......
maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.
Berdasarkan uruian di atas maka dapat disimpulkan bahwa hukum nikah itu bisa berubah sesuai dengan situasi dan kondisi pelakunya.
1.         Wajib
Nikah hukumnya wajib bagi orang yang mampu dan nafsunya telah mendesak, serta takut terjerumus dalam perzinaan. Menjauhkan diri dari perbuatan haram adalah wajib. Sunnah
Bagi orang yang mau menikah dan nafsunya kuat, tetapi masih mampu mengendalikan diri dari perzinaan, maka hukumnya sunnah. Namun nikah lebih baik daripada berdiam menekuni ibadah, karena menjalani hidup sebagai pendeta (anti nikah) atau betapa tidak sama sekali menikah tidaklah dibenarkan dalam Islam.
Nikah ini merupakan sunnah para Rasul, karena Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلاً مِنْ قَبْلِكَ وَجَعَلْنَا لَهُمْ أَزْوَاجًا وَذُرِّيَّةً
“Sungguh Kami telah mengutus para rasul sebelummu dan Kami jadikan untuk mereka istri-istri dan anak turunan.” (Al-Ra’d: 38)
2.         Haram
Bagi orang yang tidak menginginkannya karena tidak mampu memberi nafkah baik lahir maupun batin. Menikah hanya untuk menyakiti isteri dan dia berkeyakinan nahwa jika menikah maka ia akan murtad, maka nikah itu hukumnya haram.
3.         Mubah
Bagi laki-laki yang tidak terdesak alasan-alasan yang mewajibkan segera nikah atau yang menyebabkan harusnya nikah maka nikah itu hukumnya mubah.

DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an
Abidin, Slamet. Fikih Munakahat 1 & 2. Pustaka Setia: Bandung, 1999.
Al-Hafizh ibn Hajar al-Asqalaniy, Mukhtashar at-Targhib wa Tarhib, (ttp), 1985.
Asyqor, Umar Sulaiman, Ahkamuz Zawaj, Dar al-Nafa’is, 1997.
Barudi, Imad Zaki Al-, Tafsir Al-Qur’an Wanita 2, Pena Pundi Aksara: Jakarta, 2007.
Muslim al-Naysaburi, Al-Imam Abi Husayn Muslim ibn al-Hajjaj al-Qusayri, Sahih Muslim, Juz I, ( Bayrut: Dar al- Kutub al-‘Ilmiyyah, 1992).
Rusyd, Ibnu, Bidayatul Mujtahid, Pustaka Amani: Jakarta, 1989.



[1]  Ramulyo Idris, Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hal. 70.
[2] Al-Hafizh ibn Hajar al-Asqalaniy, Mukhtashar at-Targhib wa Tarhib, (ttp), 1405 H = 1985 M.

No comments:

Post a Comment

setelah selesai membaca tolong dikomentari yah..... makasih