Oleh: Ahda Bina Alfianto*
Muhammad
Rasulullah Saw. bersabda:
“Sesungguhnya
tiap diri kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya sebagai setetes mani
selama empat puluh hari, lalu menjadi setetes darah selama empat puluh hari,
dan menjadi segumpal daging selama empat puluh hari. Kemudian diutus kepadanya
malaikat, dan ditiupkannya ruh pada segumpal daging itu. Lalu malaikat itu
diperintahkan untuk menuliskan empat perkara, yaitu: (1) rizkinya, (2) ajalnya,
(3) amalnya, (4) celaka atau bahagianya. Demi Allah yang tiada Tuhan
selain-Nya, sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli surga,
hingga jarak antara dirinya dan surga tinggal sehasta, akan tetapi telah
ditetapkan baginya ketentuan, kemudian dia melakukan perbuatan ahli neraka,
maka masuklah dia ke dalam neraka. Dan sesungguhnya diantara kalian ada yang
melakukan perbuatan ahli neraka hingga jarak antara dirinya dan neraka tinggal
sehasta, akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, kemudian dia melakukan
perbuatan ahli surga, maka masuklah dia ke dalam surga.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Rasulullah Saw. juga bersabda, "Tidak ada satu pun
makhluk yang bernyawa, melainkan Allah telah menetapkan tempatnya di surga atau
neraka, dan telah ditetapkan baginya celaka atau bahagia." Seseorang bertanya,
"Wahai Rasulullah, tidakkah sebaiknya kita tunggu saja ketetapan atas diri
kita itu, dan kita berhenti beramal?" Beliau bersabda, "Tetaplah
beramal, semuanya dimudahkan untuk dirinya masing-masing." (HR. Bukhari
dan Muslim). Melalui penjelasan Rasulullah Saw. tersebut, kita memahami bahwa
ketentuan bahagia atau celaka pada manusia telah ditetapkan sebelum dia lahir
ke dunia, namun manusia bahagia atau celaka itu tergantung pada amalnya.
Adapun penilaian baik-buruknya amal manusia itu secara
keseluruhan ditentukan oleh amal penutup, atau amal terakhir yang dia lakukan.
Rasulullah Saw. bersabda, "Sesungguhnya semua amal tergantung pada penutup
amal itu." (HR. Bukhari).
Oleh
karena itu, sebanyak apapun amal kebajikan yang telah dilakukan, hendaknya
manusia tidak merasa bangga atau sombong, karena dia tidak tahu dengan amal apa
dia mengakhiri semua amalnya itu. Demikian pula sebaliknya, sebanyak apapun
amal kejahatan yang telah dilakukan, hendaknya tidak membuat manusia putus
harapan dari rahmat Allah.
Rasulullah Saw. bersabda, "Sungguh ada seseorang yang
beramal sebagai ahli surga dalam waktu yang lama, namun kemudian dia mengakhiri
amalnya itu dengan amal ahli neraka. Dan sungguh ada seseorang yang beramal sebagai
ahli neraka dalam waktu yang lama, namun kemudian dia mengakhirinya dengan amal
ahli surga." (HR. Muslim).
Diriwayatkan,
bahwa suatu saat Rasulullah Saw. dan para sahabat bertemu dengan orang-orang
kafir, dan terjadilah perang. Di antara para sahabat ada seseorang yang
demikian jeli mengamati musuh. Bila ada orang kafir yang sedang sendirian, maka
dia segera mengikuti dan membunuhnya. Sehingga hal ini membuat para sahabat
berkomentar, "Hari ini tidak ada orang diantara kita yang memperoleh pahala
seperti si fulan." Namun Rasulullah Saw. bersabda, "Dia termasuk ahli
neraka." Ada seorang sabahat berkata, "Aku akan selalu mengikuti dan
mengawasinya." Ternyata laki-laki itu sedang terluka parah, dan kemudian
dia bunuh diri. Laki-laki itu meletakkan gagang pedang di atas tanah, lalu
menempatkan ujung pedang pada ulu hatinya, kemudian dia menjatuhkan diri disana
untuk bunuh diri. Sahabat itu pun segera menemui Rasulullah Saw. dan berkata,
"Aku bersaksi bahwa engkau adalah utusan Allah." Lalu dia menceritakan
kejadian tersebut. Rasulullah Saw. bersabda, "Sungguh ada orang yang
beramal dengan amal ahli surga dalam pandangan manusia, padahal dia adalah ahli
neraka. Dan sungguh ada orang yang beramal dengan amal ahli neraka dalam
pandangan manusia, padahal dia adalah ahli surga." (HR. Bukhari dan
Muslim).
"Menurut
pandangan manusia." Adalah sebuah isyarat bahwa kondisi batin orang tersebut
berlawanan dengan kondisi lahirnya. Dan bahwa su'ul khathimah (amal penutup
usia yang buruk) diakibatkan kondisi bathin yang kotor yang tidak diketahui
oleh orang lain. Kondisi batin yang buruk inilah yang kelak membuat seseorang
menutup usianya dengan amal yang buruk.
Dengan demikian dapat kita simpulkan, bahwa amal penutup
usia itu terjadi tidak secara tiba-tiba, melainkan sebagai kelanjutan amal-amal
sebelumnya. Oleh karena itu, sudah sepantasnya kita khawatir dengan amal
penutup usia yang buruk, atau su'ul khatimah. Bahkan seharusnya kita mewaspadai
amal-amal kebajikan di masa lalu.
Orang-orang
yang berorientasi ke masa depan berkata, "Dengan amal apa aku akan menutup
usia?" Sementara orang-orang yang berorientasi ke masa lalu berkata,
"Amal apa saja yang telah aku lakukan?"
*Dosen Fakultas Agama Islam