Wednesday, May 23, 2012

PRAYER IS REJECTID

Ibrahim bi Ad-ham r.a. berkata ketika masyarakat bertanya kepadanya mengenai firman ALLAH SWT. “Berdoalah kepada KU, niscaya akan kuperkenankan bagimu“. Mereka berkata,” Kami telah berdoa, tetapi belum juga dikabulkan“.
Maka Ibrahim r.a. menjawab, “Sebab hati kalian sudah mati dari sepuluh perkara“.

1. They know ALLAH SWT. but never carry out ALLAH orders.
2. They read Al Qur’an but never put into practice.
3. They admitted that syaithon is an enemy but accompanied.
4. They love Rasulullah SAW. but left the sunnah.
5. They afraid of hell but never stopping from a sins.
6. They admitted the death is real but never prepare for meeting theirs end.
7. They love heaven but never charitable for getting it.
8. They busy to see the badness of some one forgetting the badness of themselves.
9. They ate that ALLAH has granted but never thanked GOD.
10. They buried human corpse but never took learn from it.

1. Kalian mengenal ALLAH SWT. tetapi kalian tidak menunaikan kewajiban-kewajibanya.
2. Kalian membaca Al-Qur’an namun kalian tidak mengamalkannya.
3. Kalian mengaku sebagai musuh syaithon tetapi kalian mengikutinya.
4. Kalian mengaku cinta kepada Rasulullah SAW namun kalian meninggalkan sunnahnya.
5. Kalian mengakui takut neraka namun kalian tidak berhenti di berbuat dosa.
6. Kalianmengakui bahwa kematian itu benar adanya namun kalian tidak bersiap-siap menghadapinya.
7. Kalian mengaku cinta syurga tetapi kalian tidak beramal untuk mendapatkannya.
8. Kalian sibuk melihat keburukan orang lain, dan lupa melihat keburukan diri kalian sendiri.
9. Kalian memakan rezeki dari ALLAH SWT tetapi kalian tidak mensyukurinya.
10. Kalian mengubur mayat-mayat , namun kalian tidak mengambil pelajaran darinya.

Saturday, May 5, 2012

Lendir-Lendir Demonstrasi Mahasiswa

Tak Layak dipandang Sebelah Mata

Sebagai Negara demokrasi, Indonesia, dalam membuat kebijakan-kebijakan selalu memperhatikan aspirasi rakyat. Karena memang kebijakan itu bukan hanyak diperuntukkan bagi kalangan pejabat pemerintah saja, akan tetapi semua masyarakat mulai dari kaum bangsawan hingga rakyat jelata akan merasakan imbas dari kebijakan tersebut. Sebagai contoh pengambilan kebijakan pemerintah terkait kenaikan BBM ternyata berhasil mengundang sejuta teriakan, terutama bagi mereka yang status ekonominya berada di garis menengah ke bawah.
Menanggapi berbagai kebijkan pemerintah yang menuai beragam pro dan kontra, mahasiswa yang digembor-gemborkan merupakan agen of change acap kali menunjukkan geliatnya untuk melakukan demonstrasi. Sebagai wujud partisipasi terhadap nasib rakyat, mereka menggembor-gemborkan kalimat-kalimat gugatan dan penuh pengharapan terhadap pemerintah. Tidak peduli apakah aksi mereka  berpengaruh terhadap kebijakan pemerintah tersebut ataukah justru tidak sama sekali.
Akan tetapi menurut beberapa kalangan masyarakat, kebanyakan aksi yang mereka lakukan juga justru berwujud kekerasan, anarkis dan tidak tahu sopan santun. Merusak spanduk-spanduk, menutup jalan raya, merusak fasilitas lalu lintas dan bahkan membakar gedung-gedung. Dampaknya, jalan raya berubah menjadi sesak dan kemacetan merajalela. Akhirnya yang timbul dalam mindset masyarakat yakni mahasiswa itu kurang kerjaan dan aksi turun ke jalan itu tidak memiliki landasan.
Padahal sebagai kaum intelektual, sebelum melakukan aksi, mahasiswa melakukan kajian terlebih dahulu baik secara strategis maupun responsif dari berbagai disiplin ilmu. Bahkan dalam mengkaji mereka tidak jarang melakukan audiensi kepada para pakar. Kemudian hasil kajian ini akan menghasilkan suatu rekomendasi. Rekomendasi tersebut diajukan ke stakeholder melalui advokasi atau jalan diplomasi lainnya. Apabila segala jalan diplomasi telah dilaksanakan dan tidak berhasil, barulah cara terakhir turun ke jalan demonstrasi ditempuh.
Pada dasarnya mahasiswa melakukan aksi demonstrasi tidak lain hanyalah untuk kepentingan rakyat. Ketika para pejabat dan wakil rakyat tidak berpihak kepada rakyat sama sekali, lantas siapa yang akan membela rakyat. Akan tetapi, tampaknya sebagian besar masyarakat tidak merasa kepentingannya dibela oleh mahasiswa. Tidak semua rakyat merasa diuntungkan dengan aksi demonstrasi mahasiswa tersebut bahkan ada yang merasa terganggu terutama dari kalangan mahasiswa sendiri. Perbedaan cara pandang mengenai aksi demonstrasi itu sesungguhnya merupakan hal biasa. Akan tetapi seharusnya toleransilah yang menjembatani keduanya sehingga tidak akan da pihak yang merasa dirugikan atau terdzalimi karena aksi mahasiswa.
Sebagai mahasiswa, menjadi ilmuwan, aktivis sosial, negarawan, pengusaha, atau profesi lainnya merupakan suatu kenyataan. Suatu negara tidak akan terbentuk secara normal apabila semua masyarakatnya menjadi negarawan saja, atau menjadi ilmuan saja, atau menjadi pengusaha saja karena perbedaan itu penting. Tak sedikit mahasiswa yang justru mengejek mahasiswa lainnya yang ikut aksi turun jalan. Namun mereka yang tidak ikut aksi tidak punya hak sama sekali untuk mencemooh karena perbedaan itu wajar sebagaimana semboyan Negara Indonesia, bhineka tunggal ika.
Aksi yang dilakukan mahasiswa tersebut acap kali berujung kericuhan dan kerusuhan yang akibatnya justru meresahkan masyarakat. Sebenarnya jika direnungi, mahasiswa yang seperti itu pantas dipertanyakan status kemahasiswaannya. Sejak SD hingga SMA kekerasan dan perkelahian tidak pernah dilegalkan bahkan mereka akan mendapat hukuman karena merupakan pelanggaran. Begitupula ketika menyandang status maha maka sepantasnya hokum itu lebih melekat dalam jiwa mahaiswa bukan malah dilanggar seenaknya saja
Meski demikian, aksi turun jalan yang dilakukan mahasiswa tersebut satu-satunya jalan terakhir  yang bisa ditempuh mahasiswa karena memang belum ada jalan lain untuk melakukan pembelaan terhadap masyarakat. Akan tetapi justru masyarakat yang dibela menjadi trauma akibat aksi anarkis tersebut. Ditambah lagi media-media massa yang seringkali memberitakan aksi turun jalan dari segi negatifnya saja sehingga secara tidak langsung akan tertanam dalam fikiran masyarakat bahwa memang mahasiswa benra-benar manusi pembuat onar.
Kebanyakan media massa justru membicarakan peristiwa saja bahkan yang diambil adalah sisi negatifnya karena demikian itulah yang akan mengundang erhatian pembacanya. Mereka tidak melihat sisi lain dibalik itu semua yang jika diberitakan, akan lebih bermanfaat bagi semua kalangan. Padahal media massa seharusnya menjadi jembatan penghubung keinginan masyarakat, mahasiswa dan pemerintah. Maka marilah kita semua menjadi mahasiswa-mahasiswa yang bermanfaat bagi semua.

Tuesday, May 1, 2012

Hari Pendidikan Nasioanal (HARDIKANS)

Dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Nasional, Kampus Putih kembali menggelar uapacara tahunan di helliped UMM pada hari ini tanggal 2 Mei 2012. Upacara yang ditujukan untuk menghormati serta meneladani para pejuang dan pahlawan pendidikan din Indonesia berlangsung dengan hikmat. Bertindak sebagai inspektur upacara, PR II, Drs. Fauzan, M.Pd, sedang komandan upacara adalah PD III Fakultas Teknik, Ir. Alik Anshori, MT. Dalam amanatnya, Fauzan mengatakan pendidikan merupakan proses memanusiakan manusia. Dewasa bukan berarti tua, tetapi memiliki kematangan berfikir dan karakter yang kuat dalam membentuk masyarakat.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, momentum Hardiknas dimanfaatkan untuk memberikan penghargaan kepada civitas akademika berprestasi. Penghargaan diserahkan oleh PR II, kepada mahasiswa, karyawan, ketua jurusan dan dosen berprestasi. Akhirnya, pada penghujung upacara tersebut juga diumumkan nama-nama mahasiswa berprestasi, dosen berprestasi, karyawan berprestasi dan ketua jurusan berprestasi. David John Charles sebagai mahasiswa berprestasi, Mohammad Cholis penyandang gelar karyawan berprestasi, Tri Sulistyawati sebagai ketua jurusan berprestasi dan Rahayu peraih gelar dosen ber[prestasi.
Meski suasana panas karena sorotan matahari pagi yang langsung menampar wajah, akan tetapi semangat menggebu-gebu peserta upacara tak pernah surut. Mulai dari mahasiswa, karyawan, dosen, sampai petinggi kampus turut memenuhi lapangan tersebut.